Rabu, 05 Oktober 2011

Lubang Jepang, Ngarai Sianok, Benteng Fort De Kock

ngarai sianok
Kunjungan pertama hari ini adalah ke Lubang Jepang di Taman Panorama, tempat yang bisa melihat Ngarai Sianok dengan jelas. Di bawah terlihat sungai tetapi dengan aliran air yang kecil. Dulu katanya sungai itu bisa dilewati perahu dan lebih menarik karena pengunjung bisa menyusuri ngarai. Tebing yang menjulang 90 derajat itu memang layak dikagumi keindahannya. Di kejauhan tampak Koto Gadang, ada jalan setapak menuju ke sana, tapi tentu kami berpikir 10X untuk menyusur jalan itu.

lubangjepang2
Di atas di tempat kami masuk ada tempat semacam gazebo untuk menikmati keindahan panorama, mungkin karena itu disebut taman panorama. Di sebelah kanan pintu masuk turun ke bawah, terdapat Lubang Jepang. Tampak peta yang menunjukkan lorong-lorong yang ada di dalam gua. Gua itu tampak terawat dengan 128 anak tangga dan pengaman semen di seputar lorong dan lampu neon. Sedangkan di beberapa tempat sengaja dibuat asli tanpa semen. Lorong-lorong itu memang cukup panjang dan di dalam terasa dingin, tidak sumpek, karena mempunyai beberapa lorong yang menuju ke luar.
lubangjepang
Kami sengaja meminta seorang pemandu mendampingi kami untuk mengetahui lebih banyak tentang gua ini. Hanya kayaknya lumayan mahal Rp. 30.000 untuk hanya kurang dari 1 jam. Gua ini mulai dibangun saat Jepang masuk, awalnya dibangun hingga 1,5 km menembus hingga Benteng Fort De Kock dan Jam Gadang tetapi sekarang Cuma 750m. Banyak sekali romusha atau para pekerja yang dipaksa untuk membuat lubang persembunyian ini dan tak ada yang tahu berapa yang mati. Menurut cerita pemandu, para romusha itu berasal kebanyakan dari Jawa. Di lubang itu ada tempat untuk memenjarakan romusha yang tak mau bekerja atau sakit, ada juga lubang yang ke arah Ngarai Sianok untuk membuang para romusha yang mati.
monyet
Cukup capek juga kami menyusuri lorong yang ternyata ke depannya akan dibuat diorama dan musium geologi. Selanjutnya kami naik dan menikmati pemandangan ngarai. Banyak penjual cinderamata dan lukisan. Di ujung paling kanan ada menara untuk lebih jelas melihat ngarai, ditemani monyet-monyet yang menanti uluran kacang turis.
Gua ini ditemukan tahun 1946 pada masa-masa perang kemerdekaan. Tahun 1986 mulai dijadikan tempat wisata dan diresmikan oleh Mendikbud kala itu, Fuad Hassan.
benteng
Segera kami melanjutkan ke Benteng Fort De Kock, tiket per-orang adalah Rp. 8000 sekalian masuk ke Kebun Binatang. Di dalam ada Rumah Gadang sebagai musium yang ternyata harus bayar lagi Rp. 1000. Untuk masuk ke Kebun Binatang melewati jembatan gantung yang cukup unik. Yang paling menarik bagi kami tentu Rumah Gadang yang dijadikan musium, Pengunjung bisa melihat sejarah Minangkabau, asal-usul, miniatur bangunan, macam-macam ukiran, macam-macam tradisi, dan ada juga binatang-binatang aneh yang diawetkan. Kebetulan gerimis turun dan kami sekalian berteduh di musium. Sayang ada beberapa koleksi yang rusak terkena air bocoran atap. Ada cerita yang menarik tentang sejarah Bukittinggi dan hubungannya dengan perang Padri.
rumahgadang2
Menurut legenda, Minangkabau dulunya pernah hampir dijajah oleh Majapahit, tapi berhubung orang minang yang banyak akal mereka bernegosiasi untuk adu-kerbau. Majapahit membawa kerbau terbesar dan terkuat dari Jawa sementara orang minang mengajukan anak kerbau kecil yang masih menyusu tapi di tanduknya diberi buluh tajam yang akhirnya bisa melukai kerbau dari Jawa hingga mati kehabisan darah, begitulah legenda turun-temurun arti Minangkabau, kerbau yang menang.
Hujan tak juga reda, padahal perut sudah lapar, maka kami nekad untuk pulang. Sebelumnya kami bertanya di mana letak Benteng Fort De Kock yang terkenal itu, kok kami nggak melihat ada benteng. Kami cuma melihat ada tandon air dari beton yang besar, dan ternyata itulah Benteng Fort De Kock, yang memang sejak beberapa puluh tahun yang lalu dijadikan tandon air, jadi pengunjung tak boleh lagi naik hingga ke atas benteng. Memang dari lokasinya bisa tampak sekeliling Kota Bukittinggi. Di sekeliling Benteng tersebut terdapat meriam kuno sebagai pertahanan. De Kock diambil dari nama Jenderal Belanda penakluk Diponegoro, ada yang menarik dari kisah ini.
Benteng Fort de Kock didirikan tahun 1826 untuk menangkal serangan orang Minangkabau terutama setelah perang Padri (1821-1827).

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Copyright © 2011. Andy Sutan Mudo . All Rights Reserved
Home | Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Site map
Design by Herdiansyah . Published by Borneo Templates