Setelah itu kami meluncur ke Pasar Atas, banyak jalan yang satu arah
dan belum banyak kenal jalan sehingga meski sebenarnya tidak jauh, tetep
aja muter-muter dulu baru sampai. Mulailah kami menyebar mencoba
tawar-menawar membeli oleh-oleh, baju, dan makanan, karipik sanjay yg
bisa dimakan banyak orang hehe..
Pk 10.45 kami baru pulang ke hotel dan bergegas menata baju dan perlengkapan lainnya, bersiap pulang. Selanjutnya kami masih menimbang-nimbang mau ke lembah harau gak yah.. Pesawat takeoff pk 17.45, jadi palinglambat pk 17 di Bandara, amannya pk 15 sudah harus berangkat dari Bukittinggi. Perjalanan ke Lembah Harau diperkirakan 3 jam PP melewati Payakumbuh, belum makan siang dan menikmati pemandangan. Akhirnya kami putuskan untuk berangkat tetapi kami sudah persiapkan barang-barang biar bisa segera cabut sesampai di Bukittinggi lagi.
Pk 10.45 kami baru pulang ke hotel dan bergegas menata baju dan perlengkapan lainnya, bersiap pulang. Selanjutnya kami masih menimbang-nimbang mau ke lembah harau gak yah.. Pesawat takeoff pk 17.45, jadi palinglambat pk 17 di Bandara, amannya pk 15 sudah harus berangkat dari Bukittinggi. Perjalanan ke Lembah Harau diperkirakan 3 jam PP melewati Payakumbuh, belum makan siang dan menikmati pemandangan. Akhirnya kami putuskan untuk berangkat tetapi kami sudah persiapkan barang-barang biar bisa segera cabut sesampai di Bukittinggi lagi.
Perjalanan ke Lembah Harau lancar, cuaca kadang mendung, kadang gerimis, yang pasti gak pernah cerah
Tetapi kecantikan alam sumbar memang luarbiasa. Sepanjang jalan
bukit-bukit dan sawah nan hijau menghampar luas. Sesekali terlihat rumah
gadang baik yang sudah reot dan kuno maupun sedikit modern. Masih
banyak penduduk Sumbar yang memegang kuat adat minang. Petunjuk jalan
cukup jelas, sehingga dengan hanya beberapa kali tanya, kami bisa sampai
di Lembah Harau. Perjalanan bisa ditempuh dalam waktu satu jam lebih
dikit! Emang ok Goklas yang saat itu jadi sopir
Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Koto, berjarak kuranglebih 15 kilometer dari Payakumbuh atau 47 km timur laut Bukittinggi. Selama perjalanan, terlihat banyak juga kendaraan umum, artinya Lembah Harau bisa dijangkau relatif mudah dengan kendaraan umum.
Sampai ke jalan masuk menuju Lembah Harau, ada pertigaan, ke kiri atau ke kanan masing-masing mempunyai air terjun. Kami memilih jalan ke kiri dulu dan singgah di air terjun yang lumayan tinggi. Sebenarnya air terjun ditampung di sebuat kolam besar dan pengunjung bisa berenang kalau mau dan tidak tahan dingin. Kami memilih berfoto ria. Pemandangan sangat menakjubkan. Tebing yang tinggi dengan air terjun dan di sebelahnya hutan hujan tropis. Tempat ini bagaikan Jurassic Park yang dikelilingi tebing tinggi dan di tengah terdapat hutan dan sawah hijau.
Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Koto, berjarak kuranglebih 15 kilometer dari Payakumbuh atau 47 km timur laut Bukittinggi. Selama perjalanan, terlihat banyak juga kendaraan umum, artinya Lembah Harau bisa dijangkau relatif mudah dengan kendaraan umum.
Sampai ke jalan masuk menuju Lembah Harau, ada pertigaan, ke kiri atau ke kanan masing-masing mempunyai air terjun. Kami memilih jalan ke kiri dulu dan singgah di air terjun yang lumayan tinggi. Sebenarnya air terjun ditampung di sebuat kolam besar dan pengunjung bisa berenang kalau mau dan tidak tahan dingin. Kami memilih berfoto ria. Pemandangan sangat menakjubkan. Tebing yang tinggi dengan air terjun dan di sebelahnya hutan hujan tropis. Tempat ini bagaikan Jurassic Park yang dikelilingi tebing tinggi dan di tengah terdapat hutan dan sawah hijau.
Di dekat Air terjun terdapat warung-warung makan dan penjual tanaman.
Kebanyakan tanaman yang dijual adalah kantong semar. Bermacam jenis
kantong semar ada di situ, ada anggrek yang juga berbentuk kantong
semar. Harganyapun tak terlalu mahal sekitar 20-30rb, bahkan sesampai di
Jakarta terkaget-kaget karena katanya bisa mencapai 1 hingga 2 juta.
Setelah berfoto-ria, kami putar balik ke arah pulang, di situ ada
penginapan homestay dan cafe “Echo”. Didirikan tepat di bawah tebing
menjulang. untuk masuk melewati jalan setapak dan menyeberang sungai
kecil melalui jembatan kayu. Dinamai Echo mungkin karena letaknya yang
dikelilingi tebing sehingga kalau kita berteriak pasti akan terdengan
echo (gaung). Sungguh suasana yang unik. Ada penginapan yang berbentuk
cottage dan per kamar besar yang bisa digunakan untuk keluarga. Di
cafenya ada tempat pertemuan dengan meja besar dikelilingi kursi. Kami
menikmati kopi dan teh sambil ngobrol dan mengagumi suasana. Penginapan
tersebut tidak mewah tapi terlihat bersih dan terawat dan tentu unik
dengan bentukknya yang khas minang.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.