Rabu, 05 Oktober 2011

Bukittinggi dan Itiak Lado Ijo

itiakladomudo1
Hari ini hujan turun tiada henti mulai dini hari hingga siang. Kami memang kecapekan juga sepulang dari Solok hingga tengah malam. Jadilah hari ini bersantai istirahat, mampir ke warnet di sebelah kantor pos Bukittinggi yang ternyata lelet banget, sekalian ngecek penerbangan pulang, siapa tahu ganti jadwal, maklum airasia gitu lhoo.
Siang itu kami mendapat undangan makan sekali lagi dari Hery di restoran Simpang Raya. Jadilah kami menghabiskan siang hingga sore sembari makan dan ngobrol. Sepulang makan kami mendapat pinjaman motor dari Hery, namun cuaca yang tetap hujan menghalangi kami berkeliling Bukittinggi dengan motor. Goklas tidur lagi, dan aku bersama Arcon makan sore di Restoran Sederhana, mencoba mencicipi Roti Cane dan Martabak mesir yang ternyata tak terlalu istimewa.


Malamnya kami ketemu teman kami Ary yang mengajak ketemu di Jam Gadang, ngobrol di warung di depan Jam Gadang, kemudian lanjut di Simpang raya yang ternyata buka hingga tengah malam. Satu lagi tambahan minuman khas, paling tidak di Bukittinggi, yaitu jus tomat dicampur telur, untuk pembangkit tenaga, begitu katanya.
Selasa, 23 Januari 2007
Pk 8.30 pagi itu aku dan arcon segera meluncur ke Itiak Lado Ijo, makanan yang sudah diincar jauh-jauh hari. Ancar-ancarnya di dekat taman panorama, ternyata masih agak turun, dekat dengan ngarai sianok dengan pemandangan tebing yang tegak lurus.
itiakladomudo
Pagi itu warung masih sepi, terpikir ini bukan ya yang banyak dibicarakan itu, nama di plangnya Gulai Itiak Lado Mudo bukan Itiak Lado Ijo, hmm hampir sama sih. Masuk ke dalam warung, belum tampak satu orang pun, tapi masakan sudah siap. Di tembok tampak resensi dari kompas, membaca itu memang benar, tempat makan inilah yang banyak dibicarakan. Selanjutnya kami memesan dua itik. Hmm tak berapa lama keluar hidangan Itik dengan lumuran cabe hijau yang mengundang selera. Makanan itu sumpah tak menunggu lama habisnya karena segera hilang di perut kami. Kalau anda tak suka itik disediakan pula rendang sebagai alternatif. Satu itik kalo nggak salah inget dihargai Rp. 20.000. Sementara kami makan mulai banyak pengunjung dan selain makan di situ, mereka juga memesan untuk dibawa pulang, mungkin sebagai oleh-oleh.
Di sebelah nampak itik-itik yang menunggu giliran, cuman yang di halaman masih hidup. Mereka tidak memelihara sendiri itiknya jadi tempat itu hanya menjadi penampungan sementara. Sedangkan di sebelahnya lagi nampak langsung ngarai Sianok. Setelah kami selesai makan dan pulang, ternyata saat itu beberapa orang menata meja makan dan kursi di halaman, wow, ternyata banyak meja dan kursi disiapkan untuk pengunjgung tidak hanya di dalam.

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Copyright © 2011. Andy Sutan Mudo . All Rights Reserved
Home | Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Site map
Design by Herdiansyah . Published by Borneo Templates