Malam itu pukul 19.00 semua persiapan untuk backpakcing ke Sumatra
Barat sudah disiapkan dibantu istri yang tidak jadi ikut. Kasihan baby yang masih di kandungan;) apalagi baru 8 minggu.
Pk 20.00 ada telpon dari Airasia, dan ternyata mengabarkan penundaan. Gubrak….! Ya penundaannya pun tak tanggung-tanggung, yang seharusnya berangkat pk 06 dijadikan pk 15.55. Kalau sesuai paradigma orang Jawa, ya sudahlah masih untung di hari yang sama, bukan keesokan harinya. Kalau bahasa gaulnya ABCD: Aduh Bo’ Cape’ Dee (Perkembangan terbaru ditambah lagi ABCDEFG: Aduh Bo’ Cape’ Dee Eike Fisa Gilaaa’ maksa yah)
Temanku backpacking yang sebenernya pesan tiket lewat aku juga sudah berangkat siang tadi pk 12.00 dan sudah sampai di Padang. Rencana terpaksa diubah, mereka besok langsung berangkat ke Bukittinggi, base camp kami selama menikmati Sumbar, tanpa aku.
Yo wis, aku tak jadi berangkat, jadi masih ada kesempatan istirahat bersama istri melepaskan beban kerja.
Pk 20.00 ada telpon dari Airasia, dan ternyata mengabarkan penundaan. Gubrak….! Ya penundaannya pun tak tanggung-tanggung, yang seharusnya berangkat pk 06 dijadikan pk 15.55. Kalau sesuai paradigma orang Jawa, ya sudahlah masih untung di hari yang sama, bukan keesokan harinya. Kalau bahasa gaulnya ABCD: Aduh Bo’ Cape’ Dee (Perkembangan terbaru ditambah lagi ABCDEFG: Aduh Bo’ Cape’ Dee Eike Fisa Gilaaa’ maksa yah)
Temanku backpacking yang sebenernya pesan tiket lewat aku juga sudah berangkat siang tadi pk 12.00 dan sudah sampai di Padang. Rencana terpaksa diubah, mereka besok langsung berangkat ke Bukittinggi, base camp kami selama menikmati Sumbar, tanpa aku.
Yo wis, aku tak jadi berangkat, jadi masih ada kesempatan istirahat bersama istri melepaskan beban kerja.
Jakarta – Padang – Bukittinggi
Pk 12.00 Sudah bersiap lagi, berangkat ke Gambir, naik bus pk 13.00
tepat berangkatnya. Masih Rp 15.000 sama dengan terakhir kali bulan
november kala aku pergi ke Sumut. Perjalanan lancar dan tiba di Bandara
Cengkareng sekitar pk 14.00. Segera checkin dan masuk ke ruang tunggu di
dalam. Backpack berisi pakaian, jaket, dan perlengkapan mandi aku
masukkan bagasi. Aku bawa tas daypack berisi kamera dan makanan.
Ditunggu-tunggu, ternyata pesawat belum datang. Molor lagi. Pk 16.00
baru berangkat. Kali ini aku santai saja masuknya, menunggu orang-orang
–seperti biasa ketika naik AirAsia– berebut untuk masuk pesawat setelah
orangtua, ibu hamil dan anak. Ternyata kejadian ini memang disengaja,
supaya penumpang sesegera mungkin masuk ke pesawat dan pesawat segera
lepas landas lagi. Setiap pesawat dikenai biaya parkir di bandara, jadi
semakin cepat pesawat tinggallandas, semakin kecil biaya parkir.
Perjalanan menuju Padang juga lancar. Cuaca mendung dan di beberapa
tempat cerah. Karena aku di samping jendela pesawat jadi sempat
mengabadikan beberapa panorama awan dan menghiasi cakrawala di langit
senja.
Bandara yang dituju adalah Bandara International Minangkabau. Pk
18.05 mendarat di Bandara baru yang dikelilingi panorama alam yang cukup
indah. Gunung Singgalang di kejauhan diliputi kabut. Awan mendung
menggelayut dan cahaya mentari senja memancar melintasi awan menjadi
latar belakang pemandangan pesawat yang tinggal landas dan mendarat.
Belalai gajah yang menghubungkan antara pesawat dengan bangunan bandara
dirancang transparan dengan kaca sehingga penumpang disuguhi pemandangan
menawan ini.
Bandara ini cukup ramai, bersih, dan tampak teratur. Mungkin karena
baru, tetapi semoga tetap seperti ini di tahun-tahun mendatang. Di depan
ada taksi dan bus bandara jurusan padang. Ke padang naik bus bandara
Rp. 15.000.
Temenku, Goklas dan Arcon sudah di Bukittinggi setelah menginap
semalam di Padang, rencana awal sebenarnya kami akan ke bukittinggi
bersama, Goklas, dan Arcon menjemput di BIM dan langsung ke Bukittinggi.
Karena ternyata aku baru berangkat sore dan tiba malam ini, maka aku
menunggu kedatangan mereka menjemput, sekalian mereka mengantarkan teman
yang kerja di Bukittinggi tetapi rumahnya di Padang.
Baru Pk 21.30 mereka tampak menjemput naik kijang kapsul diesel,
mobil yang akan menemani kami berkeliling Sumbar. Selanjutnya kami
langsung ke Padang, sembari di tengah jalan makan di restoran Padang
Lamun Ombak.
Hmm.. sajian awal terasa menggoda, masakan Padang khas dengan
rendang, jeroan, berlumur sambal dan minyak membuat aktivitas produksi
airliur bertambah. Untuk minuman ada minuman khas yaitu kopi telur atau
teh telur, aku mencoba kopi telur, sekalian biar gak ngantuk selama
perjalanan Padang Bukittinggi. Soalnya Goklas dah wanti-wanti yang tidur
dibuang di jalan
. Sepertinya di Ranah Minang ini semuanya bisa menjadi makanan, ada
masakan yang selalu ditaruh di atas kompor sehingga tetap hangat, dari
warna dan bentuknya memang mengundang selera, tetapi ketika dihidangkan
dan tanya ke teman yang bertempat di Padang itu, masakan itu adalah
lemak, huah, langsung hilang selera, seenak-enaknya lemak gak kebayang
lemak segedhe itu mengendap di tubuh yang sudah jarang berolahraga ini.
Malam itu kami tutup dengan perjalanan lumayan panjang sekitar 1.5
jam melintasi Lembah Anai. Sayang cuaca berkabut dan hujan rintik-rintik
tak memungkinkan kami menikmati kerlip lampu kota maupun bintang di
langit. Perjalanan ke Bukittinggi hingga pk 24.00 langsung kami menuju
Hotel Dymens dan istirahat malam bersama sang malam. Special thanks to
Goklas sebagai satu-satunya yang bisa nyopir tertakdirkan menjadi sopir
kami sepanjang perjalanan ini… hehe. Juga buat Ary untuk pinjaman
mobilnya, tak lupa untuk Herry untuk hotelnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.