Tiku sering digelari orang pantai mutiara. Gelar yang sangat pantas tampaknya, karena nagari di pesisir Kabupaten Agam ini memang sangat indah bak untaian mutiara mutu manikam.
Kebesaran
nama Tiku sebenarnya sudah sejak dulu, ketika di pantainya kapal-kapal
dagang Inggris, Portugis dan Belanda berebut merapat untuk menampung
berbagai rempah dari pedalaman Sumbar seperti pala, kulit manis
(casiaverra), cengkeh dan lain-lain yang banyak tumbuh di sepanjang
kawasan pesisir dan pedalaman Sumbar.
Sampai sekarang bekas-bekasnya masih bisa dilihat di sekitar Lubuak Basuang, Manggopoh dan Danau Maninjau. Pala, kulit manis dan cengkeh banyak tumbuh di kawasan tersebut.
Kita masih
bisa melihat bangunan berarsitektur kolonial di pusat Kenagarian Tiku,
meskipun kondisinya sudah tak terawat sama sekali, bahkan boleh
dikatakan hampir runtuh. Pas di pinggir jalan raya Pariaman – Lubuak
Basuang atau Pariaman – Pasaman Barat. Tepatnya di pasar Tiku.
Namun bukan
itu yang paling menarik. Bicara tentang Tiku mau tak mau harus bicara
tentang pantai dan lagunanya. Tanpa harus repot-repot memasuki gerbang
ini itu, dari pinggir jalan saja Anda turun dan permisi masuk ke ladang
kelapa penduduk setempat Anda sudah bisa menikmati keindahan asri laguna
Tiku, karena memang laguna nan cantik itu terletak di belakang rumah
penduduk saja. Alangkah beruntungnya punya lanskap seindah itu di
belakang rumah…
Deretan
pohon kelapa yang meneduhi telaga bening di tepi pantai tersebut sungguh
sangat menyejukkan jiwa yang memandanginya. Apalagi kalau pas sunset,
tak terkatakan indahnya. Yunofrin, Sekjen MPKAS (Masyarakat Peduli
Kereta Api Sumatra Barat) pernah mengatakan sunset di Tiku adalah sunset
terindah di Sumatra Barat.
Seperti obyek-obyek wisata Sumbar
yang belum tersentuh tangan lainnya, laguna Tiku menunggu sentuhan
investor yang betul-betul mengerti pariwisata. Jangan sampai kawasan
seindah ini jatuh ke tangan para petualang pariwisata yang bisanya hanya
melihat keuntungan saja, tanpa memikirkan pentingnya pemeliharaan dan
perawatan lingkungan. Sebab hasil akhirnya nanti bisa-bisa hanya akan
mengundang wisatawan lokal kelas rendahan, yang suka makan nasi bungkus
lalu membiarkan sampahnya berserakan di mana-mana.
Atau yang
suka membangun panggung kayu lalu menggelar dangdutan di atasnya, yang
bisa mengundang wisatawan tak berkelas ke kawasan itu, atau membangun
gazebo-gazebo seadanya tempat duduk-duduk para kurawa atau
pasangan-pasangan mesum yang suka pacaran di sembarang tempat.
Karena
sesungguhnya laguna Tiku benar-benar tak pantas untuk itu. Dia harus
disentuh investor berkelas, yang tahu selera bagus, karena laguna Tiku
benar-benar kawasan pilihan yang tidak kalah dengan obyek-obyek wisata
berkelas lainnya d Indonesia. Sentuhanlah yang akan membedakannya, yang
akan membuatnya tetap asri dan terpelihara selamanya atau sebaliknya:
membuatnya layu tak berseri.
Cobalah ke Tiku dan nikmati pesonanya yang beda. Allahuakbar, terpujilah Tuhan yang menciptakan karya maha indah itu.
Cara ke Laguna Tiku
Dari Padang melewati jalan beraspal mulus ke Pariaman, terus menyusuri pantai ke Sungai Limau dan akhirnya sampai ke Tiku. Jaraknya hanya sekitar 100 kilometer dengan kondisi jalan yang rata tanpa turunan dan tanjakan atau belokan tajam. Terdapat 11 SPBU yang siap melayani Anda di sepanjang jalan. (imran rusli) Sumber:Padang Media
Dari Padang melewati jalan beraspal mulus ke Pariaman, terus menyusuri pantai ke Sungai Limau dan akhirnya sampai ke Tiku. Jaraknya hanya sekitar 100 kilometer dengan kondisi jalan yang rata tanpa turunan dan tanjakan atau belokan tajam. Terdapat 11 SPBU yang siap melayani Anda di sepanjang jalan. (imran rusli) Sumber:Padang Media
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.