Inilah obyek wisata yang agak repot menyebutkannya, Danau Di Ateh Danau
Di Bawah. Ada yang mengganti dengan Danau Kembar, maksudnya baik, tapi
kok malah jadi lucu, kok kaya’ di mana gitu. Danau Kamba mungkin lebih
pas, tapi ayolah ke sana, walau fasilitasnya pas-pasan, mau bagaimana
lagi?
Dari Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat, obyek wisata Danau Kamba sangat gampang dicapai, karena jalannya beraspal mulus, cuma dari Simpang Tiga Lubuak Salasiah agak menyempit. Waktu tempuh juga hanya sekitar 1,5 – 2 jam.
Sepanjang perjalanan kita akan disambut aneka panorama yang menyejukkan mata. Mulai dari Indaruang yang walapun penuh debu semen tapi tetap cantik dipandang, lalu Lubuak Paraku yang legendaris, pendakian Sitinjau Lauik yang bikin perut geli-geli resah, Ladang Padi dan Taman Hutan Raya Bung Hatta yang sejuk dan berkabut, Lubuak Salasiah, kebun teh sejauh mata memandang yang membuat bagian dari Kabupaten Solok ini tak kalah dibanding Cisarua, Jawa Barat, minus kemacetan lalu lintas tentunya, dan akhirnya kedua danau itu.
Dari Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat, obyek wisata Danau Kamba sangat gampang dicapai, karena jalannya beraspal mulus, cuma dari Simpang Tiga Lubuak Salasiah agak menyempit. Waktu tempuh juga hanya sekitar 1,5 – 2 jam.
Sepanjang perjalanan kita akan disambut aneka panorama yang menyejukkan mata. Mulai dari Indaruang yang walapun penuh debu semen tapi tetap cantik dipandang, lalu Lubuak Paraku yang legendaris, pendakian Sitinjau Lauik yang bikin perut geli-geli resah, Ladang Padi dan Taman Hutan Raya Bung Hatta yang sejuk dan berkabut, Lubuak Salasiah, kebun teh sejauh mata memandang yang membuat bagian dari Kabupaten Solok ini tak kalah dibanding Cisarua, Jawa Barat, minus kemacetan lalu lintas tentunya, dan akhirnya kedua danau itu.
Sebelum masuk Alahan Panjang, nagari cantik di tepi Danau Di Bawah
yang dinginnya hampir sama dengan Berastagi di Sumatera Utara, sehingga
tengah hari bolong penduduknya masih berkalung sarung, kita belok kiri
menuju panorama Danau Kamba.
Ada pos yang penjaganya sepertinya warga biasa, bukan petugas resmi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Solok, ataupun aparat nagari. Dia mengutip Rp3.000 untuk mobil kami dan Rp2.000 untuk setiap penumpang mobil, kemudian mempersilakan kami ke atas, ke pelataran parkir.
Pelataran itu cukup luas, bisa untuk 10 mobil dan 20 sepeda motor, kira-kira. Dikitari pondok-pondok pedagang yang dominan berjualan markisa. Buah khas daerah dingin yang sudah dijadikan tanaman buah andalan di Kabupaten Solok. Di bagian belakang beberapa kebun markisa, tomat, dan sayuran-sayuran seperti kol, lobak cina, sawi, bawang dan sebagainya berjejer dalam hamparan yang rapi. Beberapa petani sibuk menyiangi rumput dan gulma tanpa mempedulikan wisatawan yang datang.
Ada pos yang penjaganya sepertinya warga biasa, bukan petugas resmi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Solok, ataupun aparat nagari. Dia mengutip Rp3.000 untuk mobil kami dan Rp2.000 untuk setiap penumpang mobil, kemudian mempersilakan kami ke atas, ke pelataran parkir.
Pelataran itu cukup luas, bisa untuk 10 mobil dan 20 sepeda motor, kira-kira. Dikitari pondok-pondok pedagang yang dominan berjualan markisa. Buah khas daerah dingin yang sudah dijadikan tanaman buah andalan di Kabupaten Solok. Di bagian belakang beberapa kebun markisa, tomat, dan sayuran-sayuran seperti kol, lobak cina, sawi, bawang dan sebagainya berjejer dalam hamparan yang rapi. Beberapa petani sibuk menyiangi rumput dan gulma tanpa mempedulikan wisatawan yang datang.
Dingin
Brrrr, udaranya memang dingin. Kami berjalan ke ujung taman yang tampaknya kurang bunga tersebut menuju semacam gazebo dengan puncak atapnya didesain seperti atap rumah gadang. Aksen yang umumnya kita temukan di obyek-obyek wisata Sumbar, di gerbang-gerbang, gapura, atap rumah makan, toko cendera mata dan perkantoran dan sebagainya, tapi di bawah atap tersebut hanya ada bangku semen tanpa sandaran. Lumayanlah kalau cuma ingin menikmati panorama Danau Di Bawah untuk sejenak. Jika ingin berlama-lama kita harus masuk ke warung kopi, warung indomie atau kedai nasi yang ada di situ, tapi ya tanpa view yang lebih terbuka ke arah Danau Di Ateh yang hanya bisa dinikmati punggung perbukitannya, sementara Danau Di Bawah tak terlihat sama sekali.
Brrrr, udaranya memang dingin. Kami berjalan ke ujung taman yang tampaknya kurang bunga tersebut menuju semacam gazebo dengan puncak atapnya didesain seperti atap rumah gadang. Aksen yang umumnya kita temukan di obyek-obyek wisata Sumbar, di gerbang-gerbang, gapura, atap rumah makan, toko cendera mata dan perkantoran dan sebagainya, tapi di bawah atap tersebut hanya ada bangku semen tanpa sandaran. Lumayanlah kalau cuma ingin menikmati panorama Danau Di Bawah untuk sejenak. Jika ingin berlama-lama kita harus masuk ke warung kopi, warung indomie atau kedai nasi yang ada di situ, tapi ya tanpa view yang lebih terbuka ke arah Danau Di Ateh yang hanya bisa dinikmati punggung perbukitannya, sementara Danau Di Bawah tak terlihat sama sekali.
Untuk berkeliling lokasi tersedia jalan beton selebar 1,5 meter.
Lumayanlah, daripada menginjak tanah becek. Kita juga bisa melihat taman
bunga mini dengan beberapa jenis bunga yang hidup di daerah dingin.
Layanan lainnya adalah memetik sendiri markisa dari batangnya. Sayangnya
tanaman tersebut tak begitu terawat, banyak rantingnya yang merangas
merana karena batangnya membusuk.
Agar bisa menikmati view ke Danau Di Atas kita harus berjalan ke sisi yang lain yang sedikit mendaki menuju sebuah gazebo lagi. Saya tak bisa menyembunyikan kegeraman ketika melihat gazebo itu. Penuh bungkus nasi dan karet gelang berceceran di antara genagan air di bangku betonnya. Orang macam apa ya yang berkunjung ke obyek wisata ini? Sungguh egois dan sangat tak peduli meninggalkan sampah berserakan seperti itu.
Terung Belanda
Selain markisa yang dijual Rp5.000 per 10 buah, obyek wisata Danau Kamba juga menyediakan banyak terung belanda. Buah yang enak dijuss itu terlihat menawan karena diatur sedemikan rupa dalam tampah. Bersama-sama markisa dia menjadi daya tarik yang lain, di samping kedua danau yang tampak samar-samar tersebut. Tidak diketahui sejak kapan terung belanda dan markisa mulai ditanam di sini. Itu salah saya sebenarnya karena memang tak mencari tahu…
Namun saya tahu cara menikmatinya. Gampang, tinggal masuk ke warung kopi yang ada di situ,lalu pesan. Nah.
Agar bisa menikmati view ke Danau Di Atas kita harus berjalan ke sisi yang lain yang sedikit mendaki menuju sebuah gazebo lagi. Saya tak bisa menyembunyikan kegeraman ketika melihat gazebo itu. Penuh bungkus nasi dan karet gelang berceceran di antara genagan air di bangku betonnya. Orang macam apa ya yang berkunjung ke obyek wisata ini? Sungguh egois dan sangat tak peduli meninggalkan sampah berserakan seperti itu.
Terung Belanda
Selain markisa yang dijual Rp5.000 per 10 buah, obyek wisata Danau Kamba juga menyediakan banyak terung belanda. Buah yang enak dijuss itu terlihat menawan karena diatur sedemikan rupa dalam tampah. Bersama-sama markisa dia menjadi daya tarik yang lain, di samping kedua danau yang tampak samar-samar tersebut. Tidak diketahui sejak kapan terung belanda dan markisa mulai ditanam di sini. Itu salah saya sebenarnya karena memang tak mencari tahu…
Namun saya tahu cara menikmatinya. Gampang, tinggal masuk ke warung kopi yang ada di situ,lalu pesan. Nah.
Sayang tak ada yang bisa membuat kita betah lama-lama di sini. Tak
ada apa-apa selain danau yang diam atau perbukitannya yang sedikit
gundul. Mungkin sepasang kekasih akan lebih suka di sini, mengikat janji
atau mengukir kata-kata mutiara, dan mungkin merasa tak perlu lagi
memandan kedua danau tersebut, karena sudah terpesona oleh kehadiran
pasangan masing-masing.
Jadi kami putuskan pulang saja. Dan ketika mengeluarkan mobil dari parkiran, tukang parkir yang lain datang, kena lagi Rp.2000.
Kami pulang lewat Koto Anau. Itu artinya menyisiri pinggiran Danau Di Atas di kawasan Bukit Sileh. Untunglah pemandangan di sepanjang jalan cukup mengobat hati, apalagi ketika melihat langsung Koto Anau, nagari yang eksotik itu. Konon beras solok asli keluarnya dari sini, tapi kami tak bisa lama-lama. Mungkin lain kali
Jadi kami putuskan pulang saja. Dan ketika mengeluarkan mobil dari parkiran, tukang parkir yang lain datang, kena lagi Rp.2000.
Kami pulang lewat Koto Anau. Itu artinya menyisiri pinggiran Danau Di Atas di kawasan Bukit Sileh. Untunglah pemandangan di sepanjang jalan cukup mengobat hati, apalagi ketika melihat langsung Koto Anau, nagari yang eksotik itu. Konon beras solok asli keluarnya dari sini, tapi kami tak bisa lama-lama. Mungkin lain kali
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.