Rabu, 05 Oktober 2011

Adat Minangkabau

Adat Minangkabau adalah peraturan dan undang-undang atau hukum adat yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau, terutama yang bertempat tinggal di Ranah Minang atau Sumatera Barat. Dalam batas tertentu, Adat Minangkabau juga dipakai dan berlaku bagi masyarakat Minang yang berada di perantauan di luar wilayah Minangkabau.
Adat adalah landasan bagi kekuasaan para Raja dan Penghulu, dan dipakai dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Semua peraturan hukum dan perundang-undangan disebut Adat, dan landasannya adalah tradisi yang diwarisi secara turun-temurun serta syariat Islam yang sudah dianut oleh masyarakat Minangkabau.
Seorang Raja atau Penghulu memegang kekuasaan karena keturunan, dan kekuasaan itu menjadi sah karena didukung oleh para ulama yang memegang otoritas agama dalam masyarakat. Dari ide ini muncul adagium Adat basandi syarak; Syarak basandi Kitabullah.
Sesudah kedatangan kolonialis Eropa, wilayah hukum Adat dibatasi hanya pada pengaturan jabatan Penghulu, kekuasaan atas Tanah Ulayat, peraturan waris, perkawinan, dan adat istiadat saja. Kekuasaan hukum, keamanan dan teritorial diambil alih oleh pemerintah kolonial.
Keadaan ini berlanjut sampai pada zaman kemerdekaan.
Setelah berlakunya Undang-undang Otonomi Daerah tahun 1999 dan gerakan Kembali ka Nagari, Adat Minang mendapat tempat yang lebih baik dan dimasukkan sebagai salah satu dasar pemerintahan Nagari, Pemerintahan Daerah Kabupaten, dan Pemerintahan Daerah Provinsi, sesudah UUD 1945.
Di bawah ini adalah ikhtisar Adat Minang, sering disebut Undang nan Empat, sebagaimana dipahami dan hidup dalam masyarkat Minangkabau.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Undang nan Empat

Adat Minangkabau sebagai peraturan dapat diringkas dalam sistematika yang disebut Undang nan Empat yaitu:
  1. Undang-undang Luhak dan Rantau
  2. Undang-undang Nagari
  3. Undang-undang dalam Nagari
  4. Undang-undang nan Duapuluh

[sunting] Undang-undang Luhak dan Rantau

Bunyi undang-undang ini adalah sebagai berikut:
Luhak bapangulu
Rantau barajo
Bajalan samo indak tasundak
Malenggang samo indak tapampeh
Masyarakat Minangkabau meyakini adanya kesatuan genealogis semua Nagari-nagari dalam wilayah Minangkabau dan juga kesatuan genealogis penduduknya. Karena itu Adat Minang sebagai produk budaya adalah satu kesatuan juga. Nenek moyang orang Minangkabau diyakini turun dari puncak Gunung Marapi, dan Nagari tertua di Minangkabau adalah nagari Pariangan di Kabupaten Tanah Datar sekarang.
Orang-orang yang satu keturunan menurut garis keturunan Ibu berkelompok membentuk sebuah suku, dan dipimpin oleh seorang laki-laki yang disebut Penghulu.
Aturan ini berlaku di wilayah Minangkabau yang lebih dahulu berkembang, yaitu di Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Limapuluh Koto.
Dalam perkembangannya, di daerah Rantau, meskipun terdapat juga suku-suku dan Penghulu, tiap-tiap Rantau dipimpin oleh seorang Raja yang biasanya berasal dari daerah Luhak juga, atau mendapat mandat dari Raja Pagaruyung.

[sunting] Undang-undang Nagari

Nagari bakaampek suku
Dalam suku babuah paruik
Basawah baladang
Babalai bamusajik
Balabuah batapian
Undang-undang Nagari berisi aturan dasar dan syarat-syarat berdirinya sebuah Nagari, yaitu syarat-syarat yang menunjukkan kemampuan penduduk beberapa kampung untuk mendirikan suatu susunan masyarakat yang lebih teratur. Syarat-syarat ini meliputi kemampuan ekonomi, prasarana dan jumlah penduduk atau suku.
Disyaratkan paling kurang ada empat suku yang akan bergabung dalam Nagari dan masing-masing suku itu harus cukup besar -- dikatakan terdiri dari beberapa paruik atau kelompok yang satu keturunan dari seorang nenek. Para Penghulu keempat suku itu secara kolektif menjadi Pimpinan Nagari. Perkawinan hanya berlaku secara eksogami, yaitu antara warga suku yang berlainan.
Harta benda tidak bergerak seperti sawah ladang dan rumah dimiliki secara bersama-sama oleh kaum perempuan dalam suatu suku, dan menjadi pusaka yang dimiliki secara turun temurun menurut garis keturunan ibu. Laki-laki mengawasi dan mendayagunakan harta benda. Semua warga suku dapat mengambil manfaat dari harta benda.
Selain prasarana ekonomi seperti sawah dan ladang, jalan dan jembatan, serta sarana kebersihan, Nagari juga harus mampu mendirikan sebuah Masjid unutuk tempat ibadah dan sebuah Balairung tempat para Penghulu bersidang.

[sunting] Undang-undang dalam Nagari

Barek samo dipikul, ringan samo dijinjing
Saciok bak ayam, sadanciang bak basi,
Sakik basilau, mati bajanguak
Salah batimbang, hutang babayie
Undang-undang dalam Nagari mengatur tata hubungan warga masyarakat dalam sebuah nagari. Sistem yang dipakai adalah tipikal masyarakat komunal, dengan ciri-ciri:
  • Setiap orang secara alami langsung menjadi warga Nagari
  • Demokrasi langsung, karena para Penghulu sangat dekat dengan masyarakatnya, musyawarah dan mufakat dilaksanakan tanpa diwakilkan.
  • Gotong royong. Kebersamaan dalam menghadapi segala masalah dalam Nagari
  • Social safety net, semua warga Nagari, dapat mengandalkan bahwa dirinya akan dibantu secara bersama-sama oleh masyarakat jika dia mengalami kesusahan yang mendesak.
Untuk menjaga hubungan yang harmonis dan saling tolong menolong antar semua warga, anggota masyarakat Nagari selalu berusaha berkomunikasi dengan semua orang dengan bahasa yang tidak langsung, disebut baso-basi.
Selain itu, pada rites of passage seperi kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian selalu diadakan acara adat dengan format yang khusus dan baku, tetapi dapat sedikit berbeda antara satu Nagari dengan Nagari lainnya, sesuai dengan prinsip adat selingkar Nagari.
Termasuk dalam undang-undang dalam Nagari adalah adat-istiadat yang menyangkut hiburan dan rekreasi, seperti Randai, pertandingan layang-layang dan buru babi.

[sunting] Undang-undang nan Duapuluh

Undang-undang nan Duapuluh adalah duapuluh fasal yang dipakai oleh para Penghulu dalam mengadali dan memutus perkara kejahatan yang terjadi dalam Nagari. Delapan fasal yang pertama merinci nama-nama tindak kejahatan, sedang duabelas fasal berikutnya berisi nama-nama tuduhan dan dugaan tindak kejahatan.
  • Salah nan Salapan yaitu:
  1. Dago-dagi, perbuatan yang menimbulkan kekacauan umum
  2. Sumbang-salah, perbuatan tidak senonoh
  3. Samun-sakar, perampokan
  4. Maling-curi, pencurian
  5. Tikam-bunuh, penyerangan dan pembunuhan
  6. Lacung-kicuh, penipuan
  7. Upeh-racun, pemberian bahan yang mengandung racun untuk membunuh atau menyebabkan sakit
  8. Siar-bakar, pembakaran rumah atau bangunan dengan sengaja
  • Tuduh nan Enam berisi nama-nama tuduhan
  • Cemo nan Enam berisi nama-nama kecurigaan atau dugaan tindak kejahatan
Kejahatan yang dituduhkan atau diduga dilakukan hanya dapat dihukum jika terbukti secara meyakinkan.

[sunting] Sumber bacaan

  • St. Mahmud BA, A. Manan Rajo Pangulu, Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah, Pustaka Indonesia Medan Cetakan ke IV 1987
  • Darwis Thaib glr. Dt. Sidi Bandaro, Seluk Beluk Adat Minangkabau, N.V. Nusantara Bukittinggi -- Djakarta

[sunting] Lihat pula

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Copyright © 2011. Andy Sutan Mudo . All Rights Reserved
Home | Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Site map
Design by Herdiansyah . Published by Borneo Templates